Investasi saham jangka panjang selalu menjadi strategi populer bagi investor yang ingin mencari pertumbuhan modal signifikan. Salah satu istilah yang sering muncul adalah saham multibagger, yaitu saham yang berpotensi naik berkali-kali lipat dari harga belinya. Di Indonesia, ada beberapa emiten yang diprediksi punya prospek cerah di tahun 2025 berkat kombinasi fundamental, prospek industri, dan momentum pasar. Berikut 5 rekomendasi saham multibagger pilihan.
Istilah multibagger pertama kali dipopulerkan oleh investor legendaris Peter Lynch, yang mendeskripsikan saham yang bisa memberikan return berlipat ganda (2x, 5x, bahkan 10x) dibanding modal awal. Ciri-ciri saham multibagger biasanya:
1. fundamental kuat (laba tumbuh konsisten, utang sehat).
2. Berada di sektor sunrise (sedang tumbuh).
3. Harga relatif undervalued dibanding prospek jangka panjang.
COIN merupakan perusahaan holding pertama di Indonesia yang menaungi bursa aset kripto (CFX) dan lembaga kustodian (ICC) berizin OJK — ini menempatkannya di posisi unik sebagai pionir industri kripto di pasar modal.Berbeda dari perusahaan spekulatif murni, COIN memiliki bisnis berkelanjutan—menyediakan layanan transaksi (spot & derivatif) dan penyimpanan aset kripto—yang potensial menghasilkan pemasukan stabil berulang. IPO COIN oversubscribed lebih dari 70 kali, dengan permintaan datang dari puluhan ribu investor. Hal ini melambangkan minat pasar yang sangat kuat.
Dalam enam bulan pertama 2025, perusahaan mencetak laba bersih Rp 25,6 miliar, EBITDA Rp 56,9 miliar, pendapatan Rp 113,15 miliar, dan arus kas operasi positif Rp 71,17 miliar. Liabilitas jangka pendek juga turun drastis → menunjukkan stabilitas finansial dan pengelolaan yang baik.
COIN memiliki rasio sehat: Net Profit Margin 42,4%, Return on Equity 3,33%, serta Debt to Equity yang terkendali. Selain itu, COIN berencana membagikan dividen hingga 70% dari laba bersih mulai tahun buku 2026.
Transaksi derivatif di bursa aset kripto memiliki potensi volume hingga 3–5 kali lipat dibandingkan transaksi spot. COIN telah menyiapkan produk derivatif untuk memperluas layanan bagi investor.
CDIA merupakan perusahaan infrastruktur multimoda yang digawangi oleh konglomerat Prajogo Pangestu melalui induk PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA), yang menguasai sekitar 66–67% saham, serta didukung oleh Phoenix Power B.V. sebesar ±33%. Struktur kepemilikan yang kuat ini memberi stabilitas strategis, apalagi model bisnisnya terdiversifikasi ke sektor energi, logistik, pelabuhan, dan air—semuanya menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Sejak IPO, CDIA mencatat lonjakan harga spektakuler—meskipun sempat terkoreksi—namun tetap mencerminkan daya tarik kuat di pasar dan potensi pola pergerakan harga layaknya saham-saham multibagger.
Kekuatan besar CDIA (Chandra Daya Investasi Tbk) ada pada kepemilikannya oleh Prajogo Pangestu, konglomerat papan atas Indonesia yang sukses membesarkan emiten besar seperti Chandra Asri (TPIA) dan Barito Renewables (BREN). Kedua saham tersebut tercatat pernah mengalami lonjakan harga signifikan berkat prospek bisnis yang jelas dan dukungan penuh dari grup Prajogo. Pola serupa berpotensi terjadi pada CDIA: akses modal yang kuat, jaringan bisnis yang luas, serta kredibilitas tinggi di mata pasar. Bagi investor, faktor “jejak sukses” ini memberi keyakinan bahwa CDIA bukan sekadar perusahaan baru, melainkan bagian dari ekosistem bisnis yang sudah terbukti mampu melahirkan saham multibagger.
BMRS (Bumi Resources Minerals Tbk) menjadi salah satu saham menarik di sektor pertambangan mineral karena memiliki diversifikasi aset tambang yang luas, mulai dari emas, seng, hingga tembaga. Sektor ini sedang mendapat sorotan besar, terutama karena kebutuhan logam dasar terus meningkat seiring transisi energi global dan percepatan pembangunan infrastruktur. Kelebihan BMRS ada pada pipeline proyek tambang yang panjang dan cadangan mineral yang signifikan, sehingga punya potensi kenaikan nilai jangka panjang. Dari sisi historis, saham-saham tambang seperti MDKA atau bahkan ANTM pernah mengalami lonjakan harga berlipat ganda saat harga komoditas naik. Dengan katalis serupa dan ekspansi yang sedang berjalan, BMRS dipandang berpeluang mengikuti jejak tersebut dan menjadi kandidat multibagger dalam 5–10 tahun ke depan.
PT Bukit Uluwatu Villa Tbk (BUVA) kini berada di bawah kendali Hapsoro Sukmonohadi atau yang akrab dikenal dengan Happy Hapsoro, suami dari Ketua DPR RI Puan Maharani. Melalui perusahaannya, PT Nusantara Utama Investama (NUI), ia resmi menjadi pengendali utama BUVA setelah menguasai lebih dari 64% saham lewat skema private placement. Masuknya Happy Hapsoro membawa napas baru bagi BUVA yang sebelumnya tertekan oleh beban utang, sebab aksi korporasi ini sekaligus memperbaiki struktur keuangan dan membuat ekuitas perusahaan kembali positif. Dengan latar belakang sebagai investor kawakan di berbagai sektor, kehadirannya diyakini memberi arah strategis baru bagi BUVA, terutama dalam mengoptimalkan aset properti dan perhotelan premium yang dimiliki perusahaan. Hal ini menjadikan BUVA menarik bagi investor yang melihat peluang transformasi dari emiten bermasalah menjadi kandidat kuat untuk bertumbuh, seiring pengalaman panjang pemegang kendali dalam membesarkan berbagai lini bisnis.
EMTK adalah konglomerasi media dan teknologi terbesar di Indonesia, yang dikenal sebagai pemilik SCTV, Indosiar, Vidio, dan memiliki portofolio investasi strategis di berbagai sektor digital. Kelebihan utama EMTK terletak pada ekosistem bisnis yang terintegrasi, mulai dari media penyiaran, layanan digital, hingga kesehatan. Dengan kepemilikan saham di startup besar seperti Bukalapak dan DANA, EMTK dipandang sebagai salah satu emiten yang berhasil melakukan diversifikasi ke sektor teknologi yang bertumbuh pesat. Dari sisi fundamental, perusahaan juga terus mengembangkan layanan Vidio yang kini menjadi salah satu platform streaming terpopuler di Indonesia, bahkan mampu bersaing dengan pemain global. Jika tren konsumsi digital, fintech, dan hiburan daring terus meningkat, EMTK berpotensi mencatatkan pertumbuhan yang agresif. Bila kita berkaca pada saham-saham teknologi global yang mengalami lonjakan valuasi seiring adopsi digital, EMTK memiliki peluang untuk menjadi kandidat multibagger di Indonesia, apalagi dengan dukungan jaringan media besar yang mampu mengamplifikasi setiap lini bisnisnya.
Lima saham di atas — COIN, CDIA, BMRS, BUVA, dan EMTK — masing-masing memiliki kelebihan dan katalis yang bisa membuatnya menjadi kandidat saham multibagger di masa depan. COIN dengan momentum IPO segarnya, CDIA dengan dukungan pengusaha besar nasional, BMRS yang diuntungkan tren komoditas strategis, BUVA dengan kepemilikan investor berpengaruh, hingga EMTK yang agresif menggarap sektor digital dan media.
Namun, penting diingat bahwa potensi multibagger selalu datang bersama risiko tinggi. Faktor fundamental, tren industri, hingga sentimen pasar akan sangat menentukan pergerakan harga ke depan. Bagi investor, kunci utamanya adalah disiplin melakukan riset, sabar memegang saham berkualitas, dan menyesuaikan alokasi sesuai profil risiko.
Dengan kombinasi momentum, manajemen yang kuat, serta peluang pertumbuhan yang masih luas, saham-saham ini bisa menjadi bagian menarik dari portofolio jangka panjang. Pada akhirnya, siapa tahu salah satunya benar-benar menjadi “bintang pasar” berikutnya yang menghadiahkan return berlipat ganda.